JAKARTA, FAKTANASIONAL.NET – Anggota Komisi II DPR RI Ateng Sutisna mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebijakan pengalihan sertifikat tanah dari bentuk fisik ke elektronik. Ia menilai rekam jejak pemerintah dalam pengelolaan data digital masih memiliki banyak kelemahan, mulai dari kebocoran data hingga sistem yang tidak stabil.
“Kita tidak bisa serta-merta memaksakan masyarakat untuk beralih ke sertifikat elektronik tanpa adanya jaminan keamanan data yang jelas. Pemerintah harus membuktikan bahwa sistem digital yang digunakan benar-benar aman dan tidak membuka celah bagi mafia tanah,” tegas Ateng dalam keterangannya pada Senin (17/2/25).
Politisi tersebut menyoroti beberapa permasalahan krusial dalam implementasi kebijakan ini. Salah satunya adalah masih rendahnya literasi digital masyarakat, terutama di daerah pedesaan, yang dapat menjadi hambatan dalam proses transisi. Ia mendorong Kementerian ATR/BPN untuk meningkatkan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat sebelum kebijakan ini diberlakukan secara menyeluruh.
Ateng juga memperingatkan adanya risiko serangan siber atau gangguan server yang dapat menyebabkan hilangnya data sertifikat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, ia menyarankan agar setiap pemilik tanah memiliki dua dokumen sertifikat, baik dalam bentuk digital maupun salinan yang dapat diakses melalui scan barcode.
“Saya mengingatkan pemerintah agar memastikan ada back-up data yang memadai. Jika sistem digital mengalami gangguan atau serangan siber, masyarakat tidak boleh dirugikan akibat hilangnya data mereka,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ateng menekankan pentingnya penguatan regulasi, termasuk UU ITE dan kebijakan perlindungan data digital, untuk memastikan keamanan data pemilik tanah. Menurutnya, meski digitalisasi merupakan bagian dari modernisasi, implementasinya harus dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai aspek keamanan dan kemudahan akses bagi masyarakat.(dnl)