FAKTA MEDAN – Pakar Hukum Tata Negara (HTN) DR. H. Rahmad Satria, SH, MH menegaskan agar DPR-RI dan Pemerintah agar menghormati dan mematuhi Putusan MK (Mahkamah Konstitusi) terkait persyaratan yang bisa diikuti peserta pemilihan kepala daerah.
“Melihat situasi dan kondisi penegakan hukum saat ini, berkaitan pada Putusan MK, saya menyatakan menolak upaya semua pihak yang tidak mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) No. 60/PUUXXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024, terkait persyaratan peserta Pilkada,” ujar Rahmad Satria yang juga Dosen Pasca Sarjana S2 Universitas Panca Bhakti Pontianak, Kalimantan Barat.
Baca Juga: Tahun Ini Tiga Provinsi di Papua Ganti Kode Pelat Nomor, Berikut Datanya
Rahmad Satria yang dihubungi via telepon dan sedang berada di Jakarta menurutnya ia dan seluruh Guru Besar Hukum Tata Negara hari ini (Jumat) akan berdemo di Gedung DPRRI untuk menyampaikan aspirasi penolakan upaya penjegalan konstitusi.
Rahmad Satria menyatakan mendukung terhadap semua pihak yang menyarakan aspirasi konstitusi dan memohon kepada DPR RI dan Pemerintah untuk menghormati Putusan MKRI yang bersifat mengikat dan menghentikan pembahasan perubahan dan revisi UU Pilkada tanpa konsultasi publik yang memadai dan transparan.
Syarat persentase tersebut bukan lagi berdasarkan perolehan kursi, akan tetapi berdasarkan perolehan suara tetap dari jumlah penduduk atau jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) di daerah tersebut.
Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan terarunya menyebutkan selain syarat mengusung calon Kepala Daerah tidak lagi 20 persen perolehan kursi, juga membolehkan partai nonparlemen mengusung calon kepala Daerah pada Pilkada November 2024 mendatang.
Dengan demikian maka peluang calon kepala daerah baik gubernur, bupati ataupun walikota akan menjadi lebih banyak, yaitu maksimal bisa lebih 10 pasangan calon kepala daerah tergantung partai pengusung atau gabungan partai pengusung.
Untuk Pemilihan Bupati dan Walikota dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di bawah 250 ribu pemilih maka untuk maju sebagai calon bupati dan walikota syarat partai pengusung atau gabungan partai pengusung 10 persen dari perolehan suara sah partai.
Untuk jumlah penduduknya (DPT) antara 250.000 sampai 500.000 maka untuk maju sebagai calon bupati dan walikota syarat partai pengusung atau gabungan partai pengusung 8,5 persendari perolehan suara tetap.
Jika jumlah penduduknya (DPT) antara 500.000 sampai 1.000.000 syarat partai pengusung atau gabungan partai pengusung yaitu 7,5 persen maka untuk maju sebagai calon bupati dan walikota dari perolehan suara sah partai atau gabungan partai pengusung.
Jika jumlah penduduknya (DPT) 1.000.000 lebih maka syarat partai pengusung atau gabungan partai pengusung 6,5 persen maka untuk maju sebagai calon bupati dan walikota dari perolehan suara sah partai atau gabungan partai pengusung.
Untuk wilayah yang penduduknya (DPT) sampai 2 juta maka syarat maju Gubernur 10 persen dari perolehan suara partai atau gabuangan partai pengusung. Sedangkan untuk jumlah penduduk antara 2 juta sampai 6 juta maka syarat mengusung calon gubernur oleh partai dan gabungan partai pengusung 8,5 persen dari suara sah partai atau gabuangan partai.
Untuk wilayah yang jumlah penduduknya (DPT) antara 6 juta sampai 12 juta maka syarat calon Gubernur untuk bisa diusung cukup 7,5 persen dari perolehan suara sah partai atau gabungan suara partai pengusung, contoh di Jakarta.
Sedangkan jumlah penduduk suatu wilayah lebih dari 12 juta maka syarat maju Gubernur 6,5 persen dari perolehan suara tetap partai atau gabuangan partai pengusung. Contohnya Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Baca Juga: Video Syur Diduga Mirip Azizah Salsha Beredar di Medsos, Polisi Lakukan Penyelidikan
Putusan MK tersebut akhirnya bisa meloloskan PDIP dan jika PDIP tetap mengusung Anies, maka Anies Baswedan pun terselamatkan untuk menjadi calon Gubernur Jakarta.